Jakarta - Percepatan dan pemerataan pembangunan perlu dilakukan guna memberikan kesejahteraan kepada masyarakat secara luas. Namun keterbatasan pemerintah dalam hal pembiayaan proyek-proyek besar sering kali menjadi batu sandungan dalam menyediakan infrastruktur yang baik. Oleh sebab itu, berbagai upaya pun dilakukan, salah satunya, melalui kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam hal penyediaan infrastruktur ekonomi dan sosial.
Soal itu sebenarnya telah dimuat dalam Perpres 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Beberapa kali revisi dilakukan, sebelum diubah menjadi Perpres 38 Tahun 2015. Dalam aturan itu termuat amanat bagi Lembaga yang mengurusi pengadaan yang notabene adalah LKPP untuk membuat aturan turunan berupa tata cara pelaksanaan pengadaan badan usaha kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur lewat Peraturan Kepala LKPP Nomor 19 tahun 2015. Lalu sebenarnya apa yang dimaksud dengan KPBU?
Direktur Pengembangan Iklim Usaha dan Kerja Sama Internasional Gusmelinda Rahmi menjelaskan, KPBU (Public Private Partnership) merupakan kontrak jangka panjang antara badan usaha dan pemerintah untuk menyediakan layanan publik dan/atau infrastruktur publik. Dalam kontrak ini, terdapat skema pembagian risiko di antara para pihak.
Selain itu, pihak yang dapat bekerja sama dengan pemerintah tidak hanya terbatas pada entitas swasta, melainkan juga terbuka untuk BUMN/BUMD. “Jadi di dalam kontrak KPBU itu ada empat poin yang terlibat, yaitu dana, berapa lama kontrak, penentuan spesifikasi (red), dan yang terakhir adalah pembagian risikonya [sich!],” kata Linda dalam sosialisasi Perka 19/2015, Jumat (04/09), di kantor LKPP.
Kerja sama pemerintah dan badan usaha ini, menurut Linda, memiliki model pendanaan yang relatif berbeda dengan pengadaan barang/jasa pada umumnya. Sebab, sebagian besar atau bahkan seluruh dana yang diperlukan akan ditanggung oleh badan usaha terlebih dahulu.
Penggunaan APBN sebagai bagian dari pendanaan, menurutnya, dapat diterapkan pada tahapan tertentu. ”Nah, biasanya pengadaan untuk persiapannya itu bisa didanai oleh APBN,” terangnya. Dalam pengenaan APBN sebagai bagian dari pembiayaan, pemerintah harus tetap mengacu pada Perpres 54 tahun 2010.
Sementara untuk transaksi proyek, lanjut Linda, biasanya akan didanai oleh badan usaha yang bersangkutan. Adapun sistem pendanaan—di dalam aturan ini—dimungkinkan untuk disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya menggunakan skema pembiayaan gabungan (hybrid financing). Dalam penyediaan infrastruktur melalui KPBU ini, pemerintah pun tidak melakukan pembayaran di awal. “Jadi sebetulnya ini adalah pengadaan suatu layanan yang investasinya ditanggung oleh badan usaha itu di awal,” kata Linda.
Oleh karena itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan pengembalian investasi dengan beberapa pilihan mekanisme. Pengembalian investasi dapat dilakukan melalui pengenaan user charge jika suatu insfrastruktur ekonomi dianggap layak, baik dari segi ekonomi maupun finansial. Sementara itu, penerapan mekanisme pengembalian investasi melalui availability payment dilakukan jika pengadaan layanan dianggap layak secara ekonomi, tetapi tidak layak secara finansial, terutama untuk infrastruktur sosial.
Dengan demikian, konsesi atas pengembalian aset kepada pemerintah akan diperhitungkan secara matang. “Badan usaha itu diberi konsesi untuk melaksanakan pelayanan itu sampai jangka waktu tertentu, di mana berdasarkan feasibility studies, paling tidak mereka sudah mendapatkan keuntungan dari jangka waktu tersebut,”
Jika dibandingkan dengan pengadaan barang/jasa, kerja sama pemerintah dan badan usaha ini memang membutuhkan tenor kontrak menengah hingga panjang, dengan lama kontrak maksimal 50 tahun. Setelah jangka waktu kontrak selesai, seluruh aset akan menjadi milik pemerintah.
Selain itu, dalam bekerja sama menyediakan layanan publik, pemerintah hanya menentukan spesifikasi output di awal dengan membuka iklim kompetisi yang luas terhadap penerapan teknologi dan inovasi. Hal ini agar keluaran layanan yang dihasilkan menjadi optimal. “Jadi, ini memang membuka kesempatan (bagi) mereka untuk menawarkan berbagai macam teknologi dan metodologi,” kata Linda. Adapun seluruh pekerjaan dalam KPBU akan terintegrasi sehingga penentuan desain hingga tahap akhir—termasuk dalam penentuan besaran user charge—seluruhnya akan menjadi satu paket.
Lebih lanjut, Linda menerangkan bahwa dalam proyek KPBU, ada pembagian risiko dan keuntungan antara pemerintah dan badan usaha. “Jadi memang faktor risiko ini menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan waktu kita melakukan penilaian KPBU,” lanjutnya. Dalam menggunakan skema availability payment, besaran pembayarannya pun mengacu pada nilai tetap (fixed payment). Dengan demikian, badan usaha yang bekerja sama dengan pemerintah tidak dapat bermain-main dalam melaksanakan proyek pekerjaan.
source: lkpp.go.id
0 Response to "Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha)"
Posting Komentar