Di dalam pekerjaan konstruksi secara umum menggunakan kontrak jenis lump sum. Kontrak lumpsum berorientasi pada penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam kontrak.
Sehingga dapat diartikan bahwa untuk lump sum dikenal tahapan output yang disepakati dalam kontrak. Output based berarti semua ukuran berdasarkan output fisik pekerjaan dengan tahapan termin.
Untuk pembayaranpun hanya dapat dibayar sesuai besaran yang telah ditetapkan dalam kontrak (termin pembayaran) apabila tahapan output fisik pekerjaan telah diselesaikan dan sesuai dengan besaran yang output yang ditetapkan dalam kontrak (termin fisik pekerjaan).
Berikut ini ilustrasi dari bentuk termin pembayaran kontrak lump sum dalam sebuah pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak senilai Rp. 1.000.000.000.000,00 :
Berikut ini ilustrasi dari bentuk termin pembayaran kontrak lump sum dalam sebuah pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak senilai Rp. 1.000.000.000.000,00 :
Ket :
Khusus untuk pekerjaan konstruksi, serah terima pekerjaan dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu serah terima pertama (PHO) dan serah terima akhir (FHO) setelah dilakukan pemeliharaan.
Untuk menjamin penyedia barang/jasa melaksanakan pemeliharaan, maka diwajibkan jaminan pemeliharaan atau retensi sebesar 5% dari nilai kontrak.
Contoh Skema Termin seperti dibawah ini :
Contoh Skema Termin seperti dibawah ini :
Pembayaran termin 1 = (20% x kontrak ) – (potongan uang muka)
= (20% x 1 Miliar) – ( 20% x 100 Juta)
= Rp. 180.000.000
= (20% x 1 Miliar) – ( 20% x 100 Juta)
= Rp. 180.000.000
Pembayaran termin 2 = (30% x kontrak ) – (potongan uang muka)
= (30% x 1 Miliar) – ( 30% x 100 Juta)
= Rp. 270.000.000
= (30% x 1 Miliar) – ( 30% x 100 Juta)
= Rp. 270.000.000
Pembayaran termin 3 = (25% x kontrak ) – (potongan uang muka)
= (25% x 1 Miliar) – ( 25% x 100 Juta)
= Rp. 225.000.000
= (25% x 1 Miliar) – ( 25% x 100 Juta)
= Rp. 225.000.000
Pembayaran termin 4 = (25% x kontrak ) – (potongan uang muka) - retensi
= (25% x 1 miliar) – ( 25% x 100 juta) – 50 juta
= Rp. 175.000.000
= (25% x 1 miliar) – ( 25% x 100 juta) – 50 juta
= Rp. 175.000.000
Atau penyedia menyerahkan jaminan
pemeliharaan (retensi) senilai 5% dari nilai kontrak, yaituRp. 50.000.000,00 sehingga penyedia dibayar Rp 225.000.000,00.
Sifat dari retensi ini berkaitan dengan Serah Terima Akhir (FHO) setelah dilakukan pemeliharaan. Apabila rekanan tidak melaksanakan pemeliharaan, maka jaminan atau retensi ini akan disita dan dicairkan ke kas negara/daerah. Ketentuan pencairan ini tertuang dalam kontrak.
Apabila masa kontrak = masa pelaksanaan pekerjaan, maka tentu saja setelah serah terima pertama, kontrak sudah dinyatakan tidak berlaku karena masa berlakunya telah selesai sehingga penyedia tidak terikat lagi pada kontrak tersebut.
Hal ini berarti penyedia yang tidak melaksanakan pemeliharaan tidak dapat dihukum atau dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam kontrak.
Demikianlah ilustrasi mengenai pembayaran kontrak lump sum berdasarkan output based yang telah ditetapkan dalam kontrak (termin pembayaran).
Demikianlah ilustrasi mengenai pembayaran kontrak lump sum berdasarkan output based yang telah ditetapkan dalam kontrak (termin pembayaran).
0 Response to "Ilustrasi Termin Pembayaran Kontrak Lump Sum dalam Pekerjaan Konstruksi"
Posting Komentar