Pendekatan Kebutuhan Tenaga Ahli (SKT/SKA) Dalam Pekerjaan Konstruksi - Dalam UU 18 tahun 1999 mengenai pekerjaan jasa konstruksi dalam pasal 8 dan 9 disyaratkan para pelaku pekerjaan konstruksi atau penyedia harus memiliki dan menyampaikan sertifikat tenaga ahli yang bisa saja terdiri dari :
Baca juga: Pinjam Tenaga Ahli/SKA SKT, Siap-siap Dipidana
Untuk pekerjaan sederhana diperlukan sedikit tenaga ahli/terampil atau cukup terampil saja, kemudian dengan memperhatikan luas dan kompleksitas pekerjaan maka dapat dipersyaratkan tenaga yang cenderung ahli.
Adapun berikut ini undang-undang 18 tahun 1999 pasal 9 ayat (1), (2), (3), dan (4) mengenai persyaratan kebutuhan tenaga ahli (dengan melampirkan SKT/SKA) dalam pekerjaan, perencana proyek konstruksi.
(2) Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja.
(3) Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian.
(4) Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.
- SKA = sertifikat keahlian kerja
- SKT = sertifikat ketrampilan kerja
Dalam pelaksanaan tender, di dalam dokumen pengadaan sering disebutkan tenaga yang memiliki SKA / SKT yang harus
disampaikan oleh penyedia. Lalu, seberapa idealkah jumlah jumlah tenaga ahli/ terampil yang diperlukan dalam suatu pekerjaan sering menjadi pertanyaan dari pokja ULP (panitia pengadaan). Sedangkan
bagi penyedia yang akan melakukan penawaran sering mengeluh bahwa pokja ULP (panitia
pengadaan) telah mengada-ngada atau sudah kongkalikong dengan peserta penyedia yang lain (yang telah memenuhi syarat) atau Pokja ULP meminta terlalu banyak /mensyaratkan banyak SKA dan SKT, padahal
SKA/SKT yang dimiliki oleh penyedia
sangat terbatas.
Sampai saat ini pun, belum ada panduan atau patokan yang jelas sehingga yang terjadi adalah penyesuaian jenis/sifat/kriteria pekerjaan konstruksi
dengan dokumen pengadaan yang lebih dahulu ada (copy paste), tidak berdasarkan kebutuhan dan kewajaran jumlah
tenaga ahli/terampil yang memang benar-benar diperlukan.
Sebenarnya, kita bisa melihat di LPJK yang mempunyai pendekatan untuk menetapkan kualifikasi usaha dikaitkan dengan jumlah tenaga ahli/terampil yang harus ada seperti berikut ini (bisa juga dibandingkan dengan Lampiran 3 Peraturan Menteri Nomor 08/PRT/M/2011 Tanggal: 13 Juni 2011:) :
Adapun berikut ini undang-undang 18 tahun 1999 pasal 9 ayat (1), (2), (3), dan (4) mengenai persyaratan kebutuhan tenaga ahli (dengan melampirkan SKT/SKA) dalam pekerjaan, perencana proyek konstruksi.
UU 18 tahun 1999
Pasal 9
(1) Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang
perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian. (2) Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja.
(3) Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian.
(4) Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.
Jika memerlukan jasa pengurusan SKA SKT silakan kontak sy di ska-skt.co.id... Kami bantu sampai tuntas. terimakasih...
BalasHapuskami jasa pengurusan SKA dan SKT resmi lpjk.net untuk seluruh indonesia.
BalasHapuscontact person:
Catur Yan Putra 081808560269
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusJasa Proses SKTK dan SKA Kilat 3hr terima scan jadi. Terima Jasa Pengurusan ISO dan SMK3 Perusahaan dan Pengurusan SBU Kelas B. Menerima jasa sewa menyewa tenaga kerja (SKTK dan SKA). Penting : personil SKTK dan SKA Siap dihadirkan. Harga bersaing. Info lengkap call 081222647713 / 085795448833 (WA)
BalasHapusSalam Sukses
Sugeng - Bandung
Artikel ini dibuat tahun 2016, sekarang sudah tahun 2021, sebaiknya artikel di hapus saja karena UU yang dibahas sudah tidak sesuai lagi. Dimana artikel ini membahas tentang UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi, sedangkan UU Nomor 18 tahun 1999 ini sudah di ganti dengan UU jasa konstruksi Nomor 2 tahun 2017 dengan peraturan pemerintahnya (PP) No 14 tahun 2021 tentang pelaksanaan UU Jasa konstruksi No. 2 Tahun 2017
BalasHapus