Alamat IP (Internet Protocol Addresss atau sering disingkat
IP) adalah deretan angka biner antara 32 bit sampai dengan 128 bit yang dipakai
sebagai alamat identifikasi untuk tiap komputer host dalam jaringan Internet. Pemahaman lebih jauh lagi mengenai IP address adalah suatu identitas numerik yang diberikan kepada semua alat yang terkoneksi dengan jaringan komputer berbasis Internet Protocol. Maraknya temuan kasus hukum yang menyangkutpautkan kesamaan IP Address penyedia sebagai indikasi persekongkolan menjadi bahan yang harus dikaji oleh para ahli pengadaan. Hal inilah yang menyangkut mengenai masalah upload dokumen penawaran melalui sistem SPSE oleh penyedia. Dengan IP address
yang sama dari beberapa penawaran yang masuk, sering dinilai sebagai indikasi adanya
persengkokolan penyedia.
Misalnya adalah pada paket pekerjaan Interior Gedung A Dinas B Jakarta Selatan Tahun Anggaran 2015, hasil evaluasi log access terhadap empat perusahaan yang memasukkan penawaran menunjukkan bahwa terdapat tiga perusahaan yang menggunakan IP Address yang sama.
Pokja ULP tidak mengetahui mengenai kesamaan IP address tersebut. Pokja ULP tidak ada perintah mencari adanya kesamaan IP address. Yang mengetahui mengenai IP address adalah LPSE. Auditor dan aparat penegak hukum dapat mengetahui bila diberi akses atau diberi data mengenai hal tersebut. Kesamaan IP addres bagi Auditor dan aparat penegak hukum menjadi bagian yang menjadi perhatian, ada tidaknya pengaturan lelang atau persekongkolan sebelumnya. Lebih jauh lagi mengenai kewenangan auditor adalah sebagai berikut :
Hak melakukan pemeriksaan log system aplikasi dalam pengadaan barang/jasa secara elektronik hanya diberikan kepada Auditor. Tentang e-Audit ini tertuang secara khusus dalam Lampiran Perka 1/2015 tentang e-Tendering Bagian III.
Berdasarkan hal tersebut, ketakutan pokja terhadap sangkaan pidana, terkait IP address yang sama, mestinya tidak perlu ada. Dengan catatan tidak ada niat jahat dari pokja. Sayangnya upaya menemukan niat jahat (mens rea) kadang tidak didahulukan dalam penanganan tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa. Ini kemudian menjadi biang ketakutan berlebihan Pokja pengadaan barang/jasa. Adalah berlebihan jika Pokja serta merta dimintakan pertanggungjawaban terkait ditemukannya kesamaan IP Address penyedia. Baik itu pada saat proses pemeriksaan (audit), penyelidikan maupun penyidikan. Yang dikhawatirkan jika Pokja melakukan tindakan yang melampaui hak akses aplikasi, seperti memeriksa IP Address, justru menjadi bumerang. Bisa saja Pokja dituduh melampaui kewenangan.
Lebih jauh lagi berikut ini proses mengenai Alur jika ada indikasi persekongkolan oleh penyedia yang dijelaskan oleh Samsul Ramli.
Misalnya adalah pada paket pekerjaan Interior Gedung A Dinas B Jakarta Selatan Tahun Anggaran 2015, hasil evaluasi log access terhadap empat perusahaan yang memasukkan penawaran menunjukkan bahwa terdapat tiga perusahaan yang menggunakan IP Address yang sama.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka kami bermohon mendapat jawaban terhadap dua pertanyaan :
1. Apakah penggunaan IP Address yang sama oleh lebih dari satu perusahaan dalam satu paket pekerjaan dapat digugurkan di tahap evaluasi administrasi?
2. Apakah penggunaan IP Address yang sama oleh lebih dari satu perusahaan dalam satu paket pekerjaan cukup kuat menjadi dasar untuk melakukan pemberian sanksi pencantuman daftar hitam?
Pokja ULP tidak mengetahui mengenai kesamaan IP address tersebut. Pokja ULP tidak ada perintah mencari adanya kesamaan IP address. Yang mengetahui mengenai IP address adalah LPSE. Auditor dan aparat penegak hukum dapat mengetahui bila diberi akses atau diberi data mengenai hal tersebut. Kesamaan IP addres bagi Auditor dan aparat penegak hukum menjadi bagian yang menjadi perhatian, ada tidaknya pengaturan lelang atau persekongkolan sebelumnya. Lebih jauh lagi mengenai kewenangan auditor adalah sebagai berikut :
Hak melakukan pemeriksaan log system aplikasi dalam pengadaan barang/jasa secara elektronik hanya diberikan kepada Auditor. Tentang e-Audit ini tertuang secara khusus dalam Lampiran Perka 1/2015 tentang e-Tendering Bagian III.
Hal yang umumnya terjadi berdasarkan hasil pemeriksaan auditor terhadap pelaksanaan pelelangan terhadap kasus yang seperti ini, audiror merekomendasikan kepada Pokja ULP untuk menggugurkan peserta tersebut karena terindikasi melakukan persekongkolan/pengaturan antar peserta sehingga membuat proses pengadaan menjadi tidak sehat. Bahkan auditor merekomendasikan kepada Pokja ULP untuk memberikan sanksi daftar hitam kepada perusahaan yang menggunakan IP Address yang sama tersebut.
Apakah pokja ULP dapat mengetahui IP Address? Hak akses kepada Log System tidak diberikan kepada Pokja atau sembarang orang. Dan sampai sejauh ini tidak ada satupun alat/menu pada aplikasi, yang diberikan kepada Pokja, untuk melihat atau mengetahui IP address dari penyedia. Dapat mengetahui bila diberi data mengenai hal tersebut. Namun pokja ULP tidak ada perintah mencari adanya kesamaan IP address. IP address dari LPSE dapat digunakan bagi pokja ULP, untuk
memperdalam bilamana ada indikasi pengaturan lelang.
Berdasarkan hal tersebut, ketakutan pokja terhadap sangkaan pidana, terkait IP address yang sama, mestinya tidak perlu ada. Dengan catatan tidak ada niat jahat dari pokja. Sayangnya upaya menemukan niat jahat (mens rea) kadang tidak didahulukan dalam penanganan tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa. Ini kemudian menjadi biang ketakutan berlebihan Pokja pengadaan barang/jasa. Adalah berlebihan jika Pokja serta merta dimintakan pertanggungjawaban terkait ditemukannya kesamaan IP Address penyedia. Baik itu pada saat proses pemeriksaan (audit), penyelidikan maupun penyidikan. Yang dikhawatirkan jika Pokja melakukan tindakan yang melampaui hak akses aplikasi, seperti memeriksa IP Address, justru menjadi bumerang. Bisa saja Pokja dituduh melampaui kewenangan.
Tanggapan mengenai kode akses
IP yang sama bisa terjadi karena :
a.
Dari ruang bidding
room lpse yang sama
b.
Dari area akses kode WIFI
yang sama
c.
Dari laptop dan akses internet yang sama
Terhadap temuan mengenai kode IP yang sama, merupakan bahan untuk menjadi perhatian mendalami lebih lanjut adanya pengaturan lelang. Namun mengingat semua peserta tidak dari IP addres yang sama, berarti hal tersebut tidak mutlak adanya pengaturan lelang atau persekongkolan lelang. Pengaturan lelang antara lain sebagaimana temuan sesuai Perpres 54 tahun 2010 pasal 93 ayat 1 e dan penjelasannya. Selain itu, penting untuk dipertegas bahwa praktik persekongkolan terkait kesamaan IP Address umumnya, meski bukan keseluruhan, adalah bersifat horisontal. Persekongkolan horisontal adalah persekongkolan antar penyedia yang berpotensi melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, sebagaimana tertuang pada UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Baru menjadi potensi pidana, jika di dalamnya ditemukan bukti persekongkolan vertikal dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Berikut bunyi dari Perpres 54 tahun 2010 pasal 93 ayat 1 e dan penjelasannya:
Berikut bunyi dari Perpres 54 tahun 2010 pasal 93 ayat 1 e dan penjelasannya:
“dalam
evaluasi penawaran ditemukan bukti/indikasi terjadi persaingan tidak sehat”
Penjelasan: Indikasi
persekongkolan antar Penyedia Barang/ Jasa harus dipenuhi sekurang-kurangnya 2
(dua) indikasi di bawah ini :
1. Terdapat kesamaan dokumen teknis, antara lain: metode kerja, bahan,
alat, analisa pendekatan teknis, harga satuan, dan/atau spesifkasi barang yang
ditawarkan (merk/tipe/jenis) dan/atau dukungan teknis;
2. seluruh penawaran dari Penyedia mendekati HPS;
3. adanya keikutsertaan beberapa Penyedia Barang /Jasa yang berada dalam 1
(satu) kendali;
4. adanya kesamaan/kesalahan isi dokumen penawaran, antara lain
kesamaan/kesalahan pengetikan, susunan, dan format penulisan;
5. jaminan penawaran dikeluarkan dari penjamin yang sama dengan nomor seri
yang berurutan.
Lebih jauh lagi berikut ini proses mengenai Alur jika ada indikasi persekongkolan oleh penyedia yang dijelaskan oleh Samsul Ramli.
Jika kita mencermati kronologi kasus yang ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) maka akan terlihat bahwa IP Address digunakan sebagai bahan memperkuat alat bukti yang sudah ditemukan terdahulu. Seperti penjelasan pasal 83 ayat 1 huruf e, jika pokja menemukan minimal 2 indikasi, maka penyedia dapat digugurkan. Namun demikian 2 indikasi ini belumlah cukup kuat sebagai alat bukti benar telah terjadi pelanggaran persaingan usaha tidak sehat. Untuk memperkuat rekonstruksi perbuatan jahat, auditor sesuai kewenangannya adalah memeriksa, akan mengumpulkan alat bukti lain. Salah satu alat bukti tersebut adalah kesamaan IP addres.
Temuan kesamaan IP Address oleh auditor semestinya untuk memperkuat putusan pokja. Bahkan informasi IP Address juga dapat digunakan APIP memperkuat putusan PA dalam penetapan daftar hitam. Sebagaimana diatur dalam Perka 18/2014 tentang daftar hitam.
Jika kita cermati bersama, Perpres 54/2010 sebagaimana diubah dengan Perpres 4/2015 Pasal 117 alurnya sangat jelas. Bahwa jika ditemukan indikasi penyimpangan maka melalui APIP dilakukan pemeriksaan. Dalam proses pemeriksaan, sesuai Perka 1/2015, jika menemukan kesamaan IP Address misalnya, auditor dapat menemui Pokja untuk memperoleh informasi lebih jauh.
Hasil tindak lanjut yang dilakukan oleh APIP, dilaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan institusi. Jika disetujui hasil temuan diyakini terdapat indikasi KKN yang akan merugikan keuangan negara, dapat dilaporkan kepada instansi yang berwenang dengan tembusan kepada LKPP dan BPKP. Jika ditemukan beberapa indikasi kuat adanya persekongkolan horisontal maka dapat dilaporkan kepada KPPU.
Sederhananya bukan karena kesamaan IP Address kemudian disebut persekongkolan. Tapi karena ditemukan indikasi persekongkolan maka ditemukan kesamaan IP Address. Kesamaan IP Address adalah akibat bukan sebab, jika ini alur pikir ini tidak dipegang maka yang terjadi adalah pendzaliman.
Dengan demikian sedikit rangkuman yang dapat disampaikan:
- Kesamaan IP Address bukan suatu hal yang pasti dan serta merta menunjukkan adanya persekongkolan antar penyedia.
- Jikapun dalam temuan tindakan persekongkolan, kesamaan IP Address dijadikan satu alat bukti persekongkolan, bukan berarti pokja pasti terlibat. Karena bisa saja hanya persekongkolan horisontal.
- Pokja tidak diberikan kewenangan atau fasilitas pada aplikasi untuk mengetahui kesamaan IP Address. Untuk itu Pokja tidak adapat dimintakan pertanggungjawaban atas temuan kesamaan IP Address.
- Pokja tidak diberi kewenangan untuk menjadikan kesamaan IP Address sebagai salah satu indikasi persekongkolan yang dapat menggugurkan penawaran.
- Melakukan pemeriksaan kesamaan IP Address adalah kewenangan yang diberikan kepada auditor, bukan pokja.
- Kesamaan IP Address tidak dapat dijadikan alat bukti yang kuat telah terjadinya persekongkolan vertikal, tanpa didahului temuan minimal 2 bukti indikasi sebagaimana tertuang pada penjelasan pasal 83 ayat 1 huruf e Perpres 54/2010 atau pelanggaran ketentuan lainnya.
0 Response to "IP Address Penyedia sama dalam proses Lelang, Pokja akan dikenakan sanksi hukum pidana?"
Posting Komentar