Internasional Business Integrity Conference (IBIC) 2016 |
Pengadaan.web.id - Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding mengusulkan agar pengadaan barang dan jasa pemerintah diatur dalam undang-undang. Seharusnya diatur oleh undang-undang karena selama ini pengadaan barang dan jasa mendapatkan legalitas melalui Peraturan Presiden (Perpres) dengan hingga saat ini telah mengalami perubahan keempat, yakni Perpres No. 4 tahun 2015.
"Ini harus diatur dalam UU supaya lebih transparan dan akuntabel," kata Sudding dalam acara Internasional Business Integrity Conference (IBIC) 2016 bertajuk "Korupsi, Bisnis, dan Politik: Tayangan Utama dan Solusi", Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Perpres pengadaan barang dan jasa telah mengalami empat kali perubahan. Terakhir, Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yang berlaku sejak 16 Januari 2015 lalu.
Sudding menilai, Perpres tersebut masih mengandung kelemahan yang menyebabkan adanya potensi tindak pidana korupsi.
Apalagi, menurut dia, sebanyak 90 persen perkara korupsi yang dihadapi aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyangkut pengadaan barang dan jasa.
Baca juga: 6 Praktik yang Memicu Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan barang dan jasa
"Masih sering terjadinya kongkalikong sehingga terbukanya ruang penyalahgunaan kewenangan," ucap Sudding.
Sudding menuturkan, DPR tidak bisa mengesahkan UU sendiri. Meski diberi kewenangan untuk membuat UU, lanjut Sudding, pemerintah perlu memberikan persetujuan saat mengesahkan UU tersebut.
"Ini juga salah satu masukan bahwa ada kasus korupsi di pengadaan barang dan jasa, perlu regulasi UU," kata Sudding.
Source: Kompas
0 Response to "DPR: Pengadaan Barang dan Jasa seharusnya Diatur Undang-Undang"
Posting Komentar