Seluruh pengelola pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) ditargetkan telah besertifikat kompetensi pada 2023 mendatang. Target ini ditetapkan LKPP untuk mendongkrak kinerja pengadaan nasional melalui perbaikan kualitas kompetensi SDM pengelola PBJP
Pemberlakuan sertifikasi profesi bahkan telah diberlakukan sejak 2015 sebagai upaya penyempurnaan atas pelaksanaan sertifikasi tingkat dasar, yang telah lebih dahulu diwajibkan bagi pengelola PBJP. Hal ini sejalan dengan rencana strategis yang telah dicanangkan LKPP untuk semakin memantapkan kualitas SDM ke depannya.
Direktur Pelatihan Kompetensi Suharti menjelaskan, basis pengembangan sertifikasi ini dilakukan melalui pendekatan kompetensi pada pelaksanaan pelatihan dan ujiannya. Sementara itu, acuan standar kompetensi nantinya akan menggunakan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) yang saat ini masih dalam proses penyusunan.
“Jadi, kami akan mengarahkan—selain tingkat dasar yang diatur dalam perpres—juga kita akan memberikan delivery pelatihan kompetensi dan ujiannya pun ujian kompetensi atau dinamakan sertifikasi profesi,” ujarnya saat memberikan sambutan pada acara Rapat koordinasi Narasumber/Pengajar Pengadaan Barang/Jasa, Kamis (05/10), di Kantor LKPP.
Suharti mengungkapkan bahwa dalam hal pelaksanaan pelatihan kompetensi, LKPP pun telah membagi pelatihan menjadi 3 program besar, meliputi pelatihan kompetensi jabatan fungsional, pelatihan kompetensi berdasarkan okupasi, dan pelatihan kompetensi tertentu.
Pada pelaksanaan pelatihan kompetensi jabatan fungsional, misalnya, ada pembagian yang lebih kecil lagi dengan mengacu pada tingkatan jabatan fungsional pengelola PBJP, yaitu tingkat pertama, muda, dan madya. Pembagian ini, lanjut Suharti, tentunya dibedakan berdasarkan ruang lingkup kurikulum atau standar kompetensinya. Saat ini LKPP telah menetapkan sebanyak 23 standar kompetensi, dengan perincian 9 standar kompetensi dan 92 jam pelajaran (JP) pada jenjang pertama, 8 standar kompetensi dan 100 JP pada jenjang muda, serta 6 standar kompetensi dan 56 JP pada jenjang madya.
”Jadi, kalau untuk pertama, misalnya, lebih banyaknya terkait pekerjaan-pekerjaan pokja atau pekerjaan-pekerjaan dalam pemilihan penyedia,” ujarnya.
Sementara itu, program pelatihan kompetensi okupasi, lanjut Suharti , dibagi-bagi berdasarkan jabatan dalam organisasi PBJ, seperti pelatihan untuk PA/KPA, PPK, pokja ULP, atau PPHP.
Dengan semakin tingginya tuntutan pelaksanaan pelatihan, Suharti pun mengharapkan hal ini juga diikuti oleh peningkatan kapabilitas dan kompetensi dari pengajar-pengajar PBJ. Pasalnya, narasumber maupun pengajar berperan menjadi fasilitator pada lapis pertama dalam hal transfer ilmu pengetahuan. ”Karena Bapak/Ibu ini adalah ujung tombak yang menjadikan SDM PBJ itu kompeten,” pungkasnya.
Source: lkpp.go.id
Pemberlakuan sertifikasi profesi bahkan telah diberlakukan sejak 2015 sebagai upaya penyempurnaan atas pelaksanaan sertifikasi tingkat dasar, yang telah lebih dahulu diwajibkan bagi pengelola PBJP. Hal ini sejalan dengan rencana strategis yang telah dicanangkan LKPP untuk semakin memantapkan kualitas SDM ke depannya.
Direktur Pelatihan Kompetensi Suharti menjelaskan, basis pengembangan sertifikasi ini dilakukan melalui pendekatan kompetensi pada pelaksanaan pelatihan dan ujiannya. Sementara itu, acuan standar kompetensi nantinya akan menggunakan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) yang saat ini masih dalam proses penyusunan.
“Jadi, kami akan mengarahkan—selain tingkat dasar yang diatur dalam perpres—juga kita akan memberikan delivery pelatihan kompetensi dan ujiannya pun ujian kompetensi atau dinamakan sertifikasi profesi,” ujarnya saat memberikan sambutan pada acara Rapat koordinasi Narasumber/Pengajar Pengadaan Barang/Jasa, Kamis (05/10), di Kantor LKPP.
Suharti mengungkapkan bahwa dalam hal pelaksanaan pelatihan kompetensi, LKPP pun telah membagi pelatihan menjadi 3 program besar, meliputi pelatihan kompetensi jabatan fungsional, pelatihan kompetensi berdasarkan okupasi, dan pelatihan kompetensi tertentu.
Source: lkpp.go.id |
Pada pelaksanaan pelatihan kompetensi jabatan fungsional, misalnya, ada pembagian yang lebih kecil lagi dengan mengacu pada tingkatan jabatan fungsional pengelola PBJP, yaitu tingkat pertama, muda, dan madya. Pembagian ini, lanjut Suharti, tentunya dibedakan berdasarkan ruang lingkup kurikulum atau standar kompetensinya. Saat ini LKPP telah menetapkan sebanyak 23 standar kompetensi, dengan perincian 9 standar kompetensi dan 92 jam pelajaran (JP) pada jenjang pertama, 8 standar kompetensi dan 100 JP pada jenjang muda, serta 6 standar kompetensi dan 56 JP pada jenjang madya.
”Jadi, kalau untuk pertama, misalnya, lebih banyaknya terkait pekerjaan-pekerjaan pokja atau pekerjaan-pekerjaan dalam pemilihan penyedia,” ujarnya.
Sementara itu, program pelatihan kompetensi okupasi, lanjut Suharti , dibagi-bagi berdasarkan jabatan dalam organisasi PBJ, seperti pelatihan untuk PA/KPA, PPK, pokja ULP, atau PPHP.
Dengan semakin tingginya tuntutan pelaksanaan pelatihan, Suharti pun mengharapkan hal ini juga diikuti oleh peningkatan kapabilitas dan kompetensi dari pengajar-pengajar PBJ. Pasalnya, narasumber maupun pengajar berperan menjadi fasilitator pada lapis pertama dalam hal transfer ilmu pengetahuan. ”Karena Bapak/Ibu ini adalah ujung tombak yang menjadikan SDM PBJ itu kompeten,” pungkasnya.
Source: lkpp.go.id
0 Response to "LKPP: Seluruh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Harus Besertifikat Kompetensi pada 2023"
Posting Komentar