Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang berlaku secara efektif per 1 Juli 2018 memberikan sinyal positif kepada UMKM bahwa Pemerintah mendukung sepenuhnya peningkatan UMKM di Indonesia sehingga diharapkan kontribusi UMKM terhadap perekonomian negara bertambah besar. Selain itu, dengan pengenaan kebijakan tarif pajak PPh rendah 0.5% diharapkan UMKM yang masih melakukan transaksi underground economy akan muncul ke permukaan sehingga akan membantu otoritas pajak dalam pembenahan basis data yang merupakan salah satu pilar yang menjadi sasaran dari Reformasi Perpajakan Jilid III yang diharapkan akan berdampak pada meningkatnya rasio pendapatan perpajakan terhadap PDB tax ratio Indonesia.
Schneider & Enste (2002) dan Schneider (2010) menemukan bahwa persentase underground economy di negara berkembang mencapai 35 s.d. 44 persen dari PDB, dimana estimasi underground economy di Indonesia rata-rata dari tahun 2002-2007 mencapai 19,9 persen dari PDB. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia untuk melaporkan seluruh penghasilan dan hartanya secara benar masih rendah terlihat dari gap yang signifikan sebesar 19,9 persen antara penghasilan yang dilaporkan kepada otoritas pajak dan penghitungan pendapatan nasional. Namun demikian, gap tersebut belum memperhitungkan dampak dari pelaksanaan kebijakan tax amnesty sejak tanggal 1 Juli 2016 sampai 31 Maret 2017. Praktek underground economy inilah yang menyebabkan tax ratio di Indonesia tidak sejalan dengan pertumbuhan PDB di Indonesia. Tax ratio Indonesia untuk tahun 2018 ditargetkan sebesar 11,6 persen. Secara teori, ketika PDB meningkat maka hal ini akan diikuti dengan peningkatan tax ratio.
Seperti dua sisi mata uang, di satu sisi penurunan tarif PPh Final menjadi setengah persen akan memberikan manfaat yang besar, antara lain meningkatkan pertumbuhan UMKM yang akan memperkuat ekonomi Indonesia dan diharapkan akan memperkuat basis data dari otoritas pajak. Di sisi lain, kebijakan menurunkan tarif PPh Final dari 1 persen menjadi 0,5 persen juga akan berdampak jangka pendek melalui penurunan penerimaan pajak dari sektor UMKM di tahun 2018. Namun demikian, dalam jangka panjang penurunan tarif tersebut akan menstimulasi pertumbuhan UMKM yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam beberapa penelitian ditemukan fakta bahwa pajak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Romer & Romer (2010) menemukan fakta bahwa peningkatan pajak sebesar 1 persen dari PDB akan menurunkan riil PDB sebesar 3 persen setelah 2 tahun. Lebih lanjut, OECD (2008) menemukan bahwa PPh Badan dan PPh Orang Pribadi mempunyai dampak paling harmful terhadap pertumbuhan ekonomi diikuti dengan pajak atas konsumsi dan pajak atas properti. Dengan kata lain, pajak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dimana penurunan tarif pajak akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan fasilitas “tax holiday” bagi UMKM yang banyak menyerap tenaga kerja dan berorientasi ekspor yang akan berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini perlu menjadi pertimbangan mengingat kontribusi sektor UMKM terhadap ekspor Indonesia masih terbilang rendah sehingga perlu ditingkatkan untuk menambah devisa negara.
Dengan demikian, penurunan tarif PPh Final menjadi setengah persen sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 diharapkan akan berdampak signifikan terhadap momentum pemulihan ekonomi di Indonesia dan juga mendukung terlaksananya Reformasi Perpajakan Jilid III melalui penguatan basis data.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dari penulis Jefry Batara Salebu, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Schneider & Enste (2002) dan Schneider (2010) menemukan bahwa persentase underground economy di negara berkembang mencapai 35 s.d. 44 persen dari PDB, dimana estimasi underground economy di Indonesia rata-rata dari tahun 2002-2007 mencapai 19,9 persen dari PDB. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia untuk melaporkan seluruh penghasilan dan hartanya secara benar masih rendah terlihat dari gap yang signifikan sebesar 19,9 persen antara penghasilan yang dilaporkan kepada otoritas pajak dan penghitungan pendapatan nasional. Namun demikian, gap tersebut belum memperhitungkan dampak dari pelaksanaan kebijakan tax amnesty sejak tanggal 1 Juli 2016 sampai 31 Maret 2017. Praktek underground economy inilah yang menyebabkan tax ratio di Indonesia tidak sejalan dengan pertumbuhan PDB di Indonesia. Tax ratio Indonesia untuk tahun 2018 ditargetkan sebesar 11,6 persen. Secara teori, ketika PDB meningkat maka hal ini akan diikuti dengan peningkatan tax ratio.
Seperti dua sisi mata uang, di satu sisi penurunan tarif PPh Final menjadi setengah persen akan memberikan manfaat yang besar, antara lain meningkatkan pertumbuhan UMKM yang akan memperkuat ekonomi Indonesia dan diharapkan akan memperkuat basis data dari otoritas pajak. Di sisi lain, kebijakan menurunkan tarif PPh Final dari 1 persen menjadi 0,5 persen juga akan berdampak jangka pendek melalui penurunan penerimaan pajak dari sektor UMKM di tahun 2018. Namun demikian, dalam jangka panjang penurunan tarif tersebut akan menstimulasi pertumbuhan UMKM yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam beberapa penelitian ditemukan fakta bahwa pajak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Romer & Romer (2010) menemukan fakta bahwa peningkatan pajak sebesar 1 persen dari PDB akan menurunkan riil PDB sebesar 3 persen setelah 2 tahun. Lebih lanjut, OECD (2008) menemukan bahwa PPh Badan dan PPh Orang Pribadi mempunyai dampak paling harmful terhadap pertumbuhan ekonomi diikuti dengan pajak atas konsumsi dan pajak atas properti. Dengan kata lain, pajak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dimana penurunan tarif pajak akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan fasilitas “tax holiday” bagi UMKM yang banyak menyerap tenaga kerja dan berorientasi ekspor yang akan berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini perlu menjadi pertimbangan mengingat kontribusi sektor UMKM terhadap ekspor Indonesia masih terbilang rendah sehingga perlu ditingkatkan untuk menambah devisa negara.
Dengan demikian, penurunan tarif PPh Final menjadi setengah persen sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 diharapkan akan berdampak signifikan terhadap momentum pemulihan ekonomi di Indonesia dan juga mendukung terlaksananya Reformasi Perpajakan Jilid III melalui penguatan basis data.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dari penulis Jefry Batara Salebu, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
0 Response to "Kebijakan PPh Final 0.5% bagi UMKM, Bagai Dua Sisi Mata Uang"
Posting Komentar