Gaji kepala desa dan perangkat desa berupa tanah bengkok. Luas tanah bengkok yang menjadi hak dari Kepala Desa dan Perangkatnya tiap daerah tidak sama, tergantung tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan tanah sawah di desa itu. Penguasaan tanah bengkok adalah pemberian hak pakai kepada para pejabat pemerintah desa atau pamong sebagai gaji selama mereka menjabat.
Tanah bengkok merupakan tanah aset desa yang tentu tidak bisa dilepaskan dari tanah masyarakat adat setempat. Tanah bagi masyarakat mempunyai fungsi yang penting karena memberikan penghidupan baginya. Oleh karenanya, diperlukan peraturan pengelolaan tanah bengkok yang baik, transparan, dan memiliki kepastian hukum.
Untuk lebih jelasnya terkait dengan apa itu tanah bengkok, jenis, dan pengelolaannya, silahkan simak penjelasan di bawah ini.
Pengertian Tanah Bengkok
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa (Permendagri 4/2007) menyebutkan bahwa tanah bangkok adalah sebagai berikut:
- Tanah yang diterima untuk diusahakan atau dimanfaatkan sebagai pengganti gaji bagi pamong/perangkat desa.
- Tanah yang diterima untuk diusahakan dalam kaitannya dengan jabatan yang dipegang tanah jabatan.
Disahkannya PP No 47 Tahun 2015 Kepala Desa dan Perangkat Desa memperoleh tunjangan yang lebih besar karena sudah tidak ada lagi potongan 30% dari hasil tanah bengkok untuk dimasukkan ke APB Desa. Sebagaimana disebutkan dalam peraturan lama, PP No 43 Tahun 2014, yang menyebutkan bahwa persentase tunjangan yang diperoleh Kepala Desa dan Perangkat Desa dari hasil pengelolaan tanah bengkok adalah maksimal sebesar 70%, sedangkan sisanya yakni 30% dialokasikan untuk pembangunan desa.
Hasil dari pengelolaan tanah bengkok menjadi wewenang sepenuhnya bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa. PP No 47 Tahun 2015 mengatur perolehan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, di mana akan mendapatkan tunjangan yang lebih besar karena tidak ada lagi potongan 30% dari hasil tanah bengkok untuk dimasukkan ke APB Desa. Sebagaimana peraturan sebelumnya, yakni Perda No 3 Tahun 2007 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, menyebutkan bahwa prosentase tunjangan yang diperoleh Kepala Desa dan Perangkat Desa dari hasil pengelolaan tanah bengkok adalah maksilmal 70% sedangkan sisanya digunakan untuk pembangunan desa.
Tanah bengkok termasuk kedalam kekayaan aset desa yang wajib dikelola oleh Pemerintah Desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk pemanfaatan kekayaan aset desa, termasuk tanah bengkok, dapat dilakukan dengan cara:
- Sewa
- Pinjam pakai
- Kerjasama
- Pemanfaatan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tanah bengkok adalah tanah yang diperuntukkan sebagai pengganti gaji kepala desa yang merupakan milik desa dan tidak boleh dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain kecuali untuk kepentingan umum atau masyarakat desa.
Jenis-Jenis Tanah Bengkok
Berdasarkan penggunaannya tanah bangkok dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
- Tanah lungguh, yaitu tanah bengkok yang menjadi hak pamong desa untuk mengolah dan menggarapnya sebagai kompensasi gaji yang tidak mereka terima.
- Tanah kas desa, yaitu jenis tanah bengkok yang dikelola oleh pamong desa aktif yang hasilnya dipergunakan untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa.
- Tanah pengerem-erem, yaitu tanah bengkok yang menjadi hak pamong desa yang pensiun untuk diolah dan dikelola sebagai jaminan hari tua. Apabila ia meninggal, tanah pengerem-erem ini dikembalikan pengelolaannya kepada pihak desa.
Aturan Pengelolaan Tanah Bangkok
Sebagai tanah milik negara, pemerintah memberikan “Hak Pengelolaan” atau hak penguasaan yang dapat dipergunakan sendiri oleh si pemegang, dan pihak pemegang memberikan sesuatu hak kepada pihak ketiga.
Dalam hak Pengelolaan kekayaan milik Desa yang salah satunya adalah tanah bengkok tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengatur tata cara pengelolaan kekayaan milik Desa berdasarkan asas kepentingan umum, fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan kepastian nilai ekonomi.
Tanah bengkok adalah hak kelola yang melekat pada seorang pejabat desa selama ia menjabat jabatan tersebut, seperti kepala desa/lurah, kepala dusun/kamituwo, atau kepala kampung, dan sebutan lainnya.
Pejabat Desa tidak diizinkan untuk memperjualbelikan tanah bengkok ini, terkecuali mendapatkan persetujuan dari seluruh warga desa. Tanah bengkok dapat disewakan oleh mereka yang diberi hak untuk mengelolanya, namun tanah ini tidak diperkenankan untuk disewakan kepada pihak ketiga.
0 Response to "Tanah Bengkok: Pengertian, Jenis, Dan Aturan Pengelolaannya"
Posting Komentar