Pengadaan.web.id - KPK telah melakukan kajian dan menemukan ada empat titik celah korupsi dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), yakni dalam aspek regulasi; perencanaan dan penganggaran; pelaksanaan; hingga pengawasan. Berikut ini keempat aspek dari titik celah kasus korupsi dalam PBJ.
Baca juga: 18 modus tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum dalam sektor Pengadaan Barang/Jasa,
Aspek Regulasi
Pada aspek regulasi, persoalan disebabkan oleh sistem perundangan yang berbenturan, multitafsir, tumpang tindih, tidak kuat dan tidak aplikatif.
Aspek Perencanaan dan Penganggaran
Persoalan pada aspek perencanaan dan penganggaran disebabkan pemangku kepentingan yang tidak berintegritas dan proses perencanaan yang tidak transparan.
Apsek Pelaksanaan
Dari sisi apsek pelaksanaan, ditemukan paling banyak akar persoalan, misalnya organisasi PBJ yang tidak berintegritas, adanya intervensi eksternal dalam PBJ, kolusi, kelemahan sistem SDM, individu yang koruptif dan tidak independen, serta intervensi pada proses pemilihan penyedia. Di sisi lain, aspek pengawasan juga tidak berjalan optimal, karena kerap bersifat reaktif, tidak proaktif.
Banyaknnya persoalan ini, tentu saja merupakan cerminan dari sejumlah kasus yang ditangani KPK sebelumnya. Dari kajian KPK mencermati sejumlah korupsi yang terjadi sebelum dan sesudah adanya Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Sebelum ada Perpres tersebut, modus korupsi terjadi pada tahapan proses perencanaan anggaran dan perencanaan persiapan PBJ pemerintah. Modusnya antara lain, proyek sudah dijual terlebih dahulu sebelum anggaran disetujui/disahkan; persekongkolan antara DPR, kuasa pengguna anggaran K/L dan vendor; mark up harga; suap kepada pihak terkait; harga perkiraan sendiri yang dibuat pihak vendor; serta manipulasi pemenang. Pada bagian ini, KPK telah menangani 30 perkara dengan 66 terpidana, dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 1,15 triliun dan jumlah uang pengganti lebih dari Rp 332,4 miliar.
Setelah diberlakukan Perpres tersebut, modus korupsi bergeser pada tahapan pelaksanaan PBJ, proses serah terima dan pembayaran serta proses pengawasan dan pertanggungjawaban. Modus yang terjadi pada proses pelaksanaan serta proses serah-terima dan pembayaran, antara lain pengumuman terbatas; manipulasi pemilihan pemenang, dokumen lelang dan dokumen serah-terima; mark up harga serta suap kepada pihak terkait. Pada bagian ini juga terjadi persekongkolan antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP/Pimpro, PPHP dan Bendahara. Pada bagian KPK telah menangani 12 perkara dengan 33 terpidana, dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 166 miliar dan jumlah uang pengganti lebih dari Rp 75 miliar.
Aspek Tahap Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Sedangkan modus korupsi pada tahap pengawasan dan pertanggungjawaban, yakni adanya suap kepada auditor (BPK/BPKP) untuk menghilangkan temuanserta suap kepada penegak hukum untuk meringankan hukuman. Pada bagian KPK telah menangani 3 perkara dengan 8 terpidana.
Atas temuan tersebut, KPK mendorong dua rekomendasi strategis dan empat rekomendasi teknis. Dua rekomendasi strategis itu, yakni dilakukannya kajian sentralisasi PBJ dengan batasan tertentu. Hal ini disebabkan adanya persoalan jenis barang/jasa yang dihasilkan tidak terstandardisasi, dan adanya peluang penyimpangan pengadaan yang bernilai besar, kompleks dan strtegis.
Rekomendasi strategis lainnya, dilakukannya integrasi antara perencanaan dan penganggaran PBJ. Hal ini disebabkan tidak termonitornya besaran dan realisasi dan realisasi jumlah anggaran PBJ di Indonesia; tidak selarasnya perencanaan keuangan negara dengan realisasi belanja negara dalam PBJ pemerintah; dan tidak terdeteksinya penyimpangan perenanan PBJ secara dini.
Sementara itu, empat rekomendasi teknis yang didorong bertujuan sebagai pendukung penyempurnaan sistem PBJ Nasional. Keempat rekomendasi itu, terkait dengan pengembangan perangkat pendukung, kualitas SDM PBJ, pengawasan PBJ, serta kualitas penyedia barang dan jasa.
Dari sini, KPK berharap para pihak terkait dapat menindaklanjuti rekomendasi itu dengan menyampaikan rencana aksinya dalam waktu satu bulan sejak rekomendasi tersebut disampaikan. Para pihak itu antara lain Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan rekomendasi, KPK akan melakukan pemantauan setiap tiga bulan sekali untuk memastikan rekomendasi berjalan dengan optimal guna meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Sumber Referensi dari website KPK.
Baca juga: 18 modus tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum dalam sektor Pengadaan Barang/Jasa,
Aspek Regulasi
Pada aspek regulasi, persoalan disebabkan oleh sistem perundangan yang berbenturan, multitafsir, tumpang tindih, tidak kuat dan tidak aplikatif.
Aspek Perencanaan dan Penganggaran
Persoalan pada aspek perencanaan dan penganggaran disebabkan pemangku kepentingan yang tidak berintegritas dan proses perencanaan yang tidak transparan.
Apsek Pelaksanaan
Dari sisi apsek pelaksanaan, ditemukan paling banyak akar persoalan, misalnya organisasi PBJ yang tidak berintegritas, adanya intervensi eksternal dalam PBJ, kolusi, kelemahan sistem SDM, individu yang koruptif dan tidak independen, serta intervensi pada proses pemilihan penyedia. Di sisi lain, aspek pengawasan juga tidak berjalan optimal, karena kerap bersifat reaktif, tidak proaktif.
Banyaknnya persoalan ini, tentu saja merupakan cerminan dari sejumlah kasus yang ditangani KPK sebelumnya. Dari kajian KPK mencermati sejumlah korupsi yang terjadi sebelum dan sesudah adanya Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Sebelum ada Perpres tersebut, modus korupsi terjadi pada tahapan proses perencanaan anggaran dan perencanaan persiapan PBJ pemerintah. Modusnya antara lain, proyek sudah dijual terlebih dahulu sebelum anggaran disetujui/disahkan; persekongkolan antara DPR, kuasa pengguna anggaran K/L dan vendor; mark up harga; suap kepada pihak terkait; harga perkiraan sendiri yang dibuat pihak vendor; serta manipulasi pemenang. Pada bagian ini, KPK telah menangani 30 perkara dengan 66 terpidana, dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 1,15 triliun dan jumlah uang pengganti lebih dari Rp 332,4 miliar.
Setelah diberlakukan Perpres tersebut, modus korupsi bergeser pada tahapan pelaksanaan PBJ, proses serah terima dan pembayaran serta proses pengawasan dan pertanggungjawaban. Modus yang terjadi pada proses pelaksanaan serta proses serah-terima dan pembayaran, antara lain pengumuman terbatas; manipulasi pemilihan pemenang, dokumen lelang dan dokumen serah-terima; mark up harga serta suap kepada pihak terkait. Pada bagian ini juga terjadi persekongkolan antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja ULP/Pimpro, PPHP dan Bendahara. Pada bagian KPK telah menangani 12 perkara dengan 33 terpidana, dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 166 miliar dan jumlah uang pengganti lebih dari Rp 75 miliar.
Aspek Tahap Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Sedangkan modus korupsi pada tahap pengawasan dan pertanggungjawaban, yakni adanya suap kepada auditor (BPK/BPKP) untuk menghilangkan temuanserta suap kepada penegak hukum untuk meringankan hukuman. Pada bagian KPK telah menangani 3 perkara dengan 8 terpidana.
Atas temuan tersebut, KPK mendorong dua rekomendasi strategis dan empat rekomendasi teknis. Dua rekomendasi strategis itu, yakni dilakukannya kajian sentralisasi PBJ dengan batasan tertentu. Hal ini disebabkan adanya persoalan jenis barang/jasa yang dihasilkan tidak terstandardisasi, dan adanya peluang penyimpangan pengadaan yang bernilai besar, kompleks dan strtegis.
Rekomendasi strategis lainnya, dilakukannya integrasi antara perencanaan dan penganggaran PBJ. Hal ini disebabkan tidak termonitornya besaran dan realisasi dan realisasi jumlah anggaran PBJ di Indonesia; tidak selarasnya perencanaan keuangan negara dengan realisasi belanja negara dalam PBJ pemerintah; dan tidak terdeteksinya penyimpangan perenanan PBJ secara dini.
Sementara itu, empat rekomendasi teknis yang didorong bertujuan sebagai pendukung penyempurnaan sistem PBJ Nasional. Keempat rekomendasi itu, terkait dengan pengembangan perangkat pendukung, kualitas SDM PBJ, pengawasan PBJ, serta kualitas penyedia barang dan jasa.
Dari sini, KPK berharap para pihak terkait dapat menindaklanjuti rekomendasi itu dengan menyampaikan rencana aksinya dalam waktu satu bulan sejak rekomendasi tersebut disampaikan. Para pihak itu antara lain Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan rekomendasi, KPK akan melakukan pemantauan setiap tiga bulan sekali untuk memastikan rekomendasi berjalan dengan optimal guna meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Sumber Referensi dari website KPK.
0 Response to "KPK: Berikut Empat Titik Celah Korupsi dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)"
Posting Komentar